Marcus Rashford, pemain depan Manchester United yang kini dipinjamkan ke Barcelona, mengkritik bahwa strategi klub sejak era Sir Alex Ferguson bersifat “reaksioner” dan tidak memiliki arah yang jelas. Menurutnya, hal ini membuat United terjebak di “tanah tak bertuan” tanpa identitas permainan yang konsisten. Dibawah ini anda akan melihat informasi mengenai sepak bola menarik hari ini yang telah dirangkum oleh GOAL FLIGHT.
Sejak Ferguson pensiun pada 2013, United telah berganti tujuh manajer, termasuk Ruben Amorim yang baru bergabung November lalu. Rashford, yang merupakan produk akademi United, mengungkapkan bahwa ketiadaan prinsip dasar dalam pengembangan tim menjadi penyebab utama ketidakstabilan klub.
Ia menambahkan bahwa pergantian manajer yang terlalu sering membuat United kesulitan membangun fondasi yang kuat. Tanpa rencana jangka panjang, klub hanya bereaksi terhadap kegagalan tanpa pernah benar-benar memulai proses transisi yang matang.
AYO DUKUNG TIMNAS GARUDA, sekarang nonton pertandingan bola khusunya timnas garuda tanpa ribet, Segera download!
![]()
Ketiadaan Prinsip Bermain yang Jelas
Marcus Rashford mengungkapkan bahwa pada masa Ferguson, seluruh tim—dari akademi hingga skuad utama—memiliki prinsip bermain yang sama. Hal ini memudahkan pemain muda untuk beradaptasi ketika dipromosikan ke tim utama. Namun, pasca-Ferguson, United kehilangan identitas tersebut.
“Setiap manajer datang dengan ide berbeda, dan pemain direkrut berdasarkan sistem yang berubah-ubah,” ujarnya. Akibatnya, tim tidak memiliki konsistensi dalam gaya bermain dan sering kali terlihat tidak kompak di lapangan.
Ia menegaskan bahwa klub besar seperti Manchester City dan Liverpool sukses karena mempertahankan filosofi utama meski berganti pelatih. Sementara United justru terus mengubah pendekatan tanpa pernah benar-benar menetapkan fondasi yang kokoh.
Baca Juga: Benjamin Sesko Bocorkan 3 Striker MU yang Menginspirasi Kariernya
Dampak Pergantian Manajer yang Terlalu Sering
Rashford menyoroti bahwa pergantian manajer yang terlalu cepat menghambat perkembangan tim. Ole Gunnar Solskjær menjadi manajer terlama pasca-Ferguson dengan masa jabatan tiga tahun, tetapi itu pun dianggap tidak cukup untuk membangun tim yang kompetitif.
“Jika arah klub selalu berubah, mustahil memenangkan liga,” tegasnya. Ia mengakui bahwa United mungkin bisa memenangkan trofi piala, tetapi itu lebih karena kualitas individu pemain daripada kesuksesan sistem yang terstruktur.
Ia juga membandingkan situasi United dengan Liverpool yang tetap mendukung Jürgen Klopp meski awalnya tidak langsung meraih gelar. Kesabaran tersebut akhirnya berbuah kesuksesan, termasuk gelar Liga Premier dan Liga Champions.
Dampak pada Pemain dan Penggemar
Rashford mengakui bahwa ketidakstabilan United tidak hanya merugikan pemain, tetapi juga penggemar. Sebagai seorang yang tumbuh bersama klub, ia merasakan betapa frustasinya melihat tim kesayangannya terus-menerus gagal mencapai level tertinggi.
“Sebagai pemain, Anda ingin berkembang dalam lingkungan yang stabil. Tapi sebagai penggemar, Anda juga ingin melihat tim Anda sukses,” ujarnya. Ia menekankan bahwa dukungan dari suporter sangat besar, tetapi tuntutan mereka juga tinggi, sehingga klub sering kali mengambil keputusan jangka pendek.
Ia berharap United dapat segera menetapkan rencana jangka panjang dan konsisten menjalankannya. Tanpa itu, klub akan terus terjebak dalam siklus kegagalan tanpa pernah benar-benar bangkit. Manfaatkan juga waktu luang anda untuk mengeksplorasi lebih banyak lagi tentang berita sepak bola terupdate lainnya hanya dengan klik goalflight.com.